Senin, 22 Februari 2010

Air Mata Seorang Ayah

Walaupun dirinya seorang ayah, ditengah kesibukkannya mencari nafkah tidak membuatnya melupakan nilai-nilai keagamaan yang diyakininya. Godaan sebagai pengawas proyek selalu mampu ditolaknya karena bertentangan dengan nuraninya. Kalaupun menerima sesuatu yang membuat hatinya bimbang, dia tak segan datang ke rumah Amalia untuk berdiskusi dengan saya. Kami sering mendiskusikan bahwa nilai-nilai agama adalah panduan hidup yang baik bagi kehidupan kita. ”Manusia diberikan pilihan hidup sehingga kebahagiaan kita tergantung pilihan hidup kita,” begitu ucapnya.

Sekalipun usianya telah lanjut, keinginannya untuk belajar agama begitu sangat kuat sehingga kami seringkali larut malam bertukar pikiran. Dia sangat menyakini bahwa apa yang dikerjakannya akan mempengaruhi kehidupan keluarganya. Itulah sebabnya mendidik anaknya agar rajin sholat lima waktu, bershodaqoh dan kepekaan sosial terhadap lingkungan sudah ditanamkan sejak dini.

Pernah ada satu peristiwa yang begitu kuat menyadarkan dirinya betapa Maha Besarnya Sang Khaliq. Anaknya yang pertama, teramat dicintainya sakit. Tiba-tiba perutnya mengembung. Anaknya menangis terus menerus. Tanpa berpikir panjang dirinya segera membawa anaknya ke rumah sakit. Sebagai seorang ayah tak kuasa dirinya menahan air mata. Dokter sempat mengatakan kesempatan hidup anaknya tinggal 60% saja. Tim dokter sudah dipersiapkan untuk operasi anaknya. ”Siapa yang mengatur hidup mati kita mas? apakah dokter itu yang mengatur? kok berani-beraninya mereka menyebutkan tinggal 60% hidup anak saya,” begitu tanyanya. Berkali-kali saya mengingatkan untuk berserah diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala namun air matanya tak dapat disembunyikan.

Saya mengajaknya berdoa. Dua malam berturut-turut kami bersama anak-anak Amalia berdoa untuk kesembuhan putranya mampu melewati operasi yang hendak dijalankan. Keesokan harinya operasi itu dilaksanakan. lampu operasi sudah menyala. Sementara seorang anak kecil tergeletak tak berdaya. Sang ayah nampak sangat gelisah. Hilir mudik didepan kamar operasi. Perkataan istrinya sudah tidak digubrisnya lagi. Sang ayah tak henti-hentinya berdoa, ”Bermacam-macam doa sudah saya panjatkan kepada Allah, tak tahu lagi harus apa yang saya lakukan.”begitu ucapnya.

Tak lama kemudian seorang dokter keluar dari kamar operasi muncul didepan pintu sambil tersenyum kepada sang ayah. ”Bapak, berdasarkan hasil pemeriksaan saya, putra bapak tidak perlu dioperasi,” Sang ayah menganga takjub. Desah nafasnya terasa ringan. Air matanya bercucuran. Syukur alhamdulillah berkali-kali diucapkannya. Pada lantai rumah sakit dibersujud. Sujud syukur sambil menangis tak tertahankan. Alangkah nikmatnya rasanya menerima anugerah Allah justru disaat harapan sudah mulai menipis.begitulah Allah menguji hamba-hambaNya yang beriman. Subhanallah..

--
Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu mereka yang apabila tertimpa musibah mengucapkan, ”Kami berasal dari Allah dan akan kembali kepadaNya (QS 2:155-156).

Selasa, 16 Februari 2010

Balasan Keadilan dalam Ber-Infaq

Meski memilih hidup miskin, Rasulullah tak pernah membenci kekayaan dunia. Beliau berwasiat, ‘’Jangan kalian mencaci-maki dunia. Dia adalah sebaik-baik kendaraan. Dengannya orang dapat meraih kebaikan dan dapat selamat dari kejahatan’’ (HR Ad-Dailami).

Misalnya Abdurrahman bin Auf. Dari total asetnya yang sekitar Rp 600 Milyar, sebagian besar diinfakkan fi sabilillah. Tiap hari, rumah Abdul Rahman tak pernah sepi pengunjung. Sepertiga penduduk Madinah datang ke pondoknya untuk membayar utang, sepertiga lainnya berkunjung untuk berutang, dan sepertiga berikutnya bersilaturahim sambil mengambil sedekah.

Bayangan enaknya jadi orang kaya seperti itu, empat belas abad yang lalu pernah dikemukakan beberapa sahabat di hadapan Khalifah Umar bin Khattab. Waktu itu Umar naik mimbar dan bertanya kepada jamaah, ‘’Kemukakan keinginan kalian.’’ Aku mengandaikan mendapat rumah yang dipenuhi dirham, lalu aku infakkan fi sabilillah, jawab seseorang. ‘’Utarakan keinginan kalian,’’ kata Umar lagi. ‘’Aku mengandaikan mendapat rumah yang dipenuhi emas, lalu aku infakkan fi sabilillah,’’ jawab seorang lainnya. ‘’Sampaikan keinginan kalian,’’ kata Umar lagi. ‘’Aku mengandaikan mendapat rumah yang dipenuhi permata, lalu aku infakkan fi sabilillah,’’ jawab seorang lagi. ‘’Apalagi selain itu?’’ kata orang-orang ketika Umar mengulangi pertanyaannya (Imam Bukhari dari Zaid bin Aslam, dalam Tarikh As Saghir: 29).

Cita-cita untuk kaya sehingga dengannya dapat berbuat kebajikan lebih banyak, bukan angan-angan sia-sia. Bahkan meski masih sebatas keinginan, ia sudah bernilai pahala. Sebagaimana dikatakan Nabi Muhammad saw: ‘’…. menanti-nanti (mengharap-harap) kelapangan (sehingga dengannya dapat berbuat kebajikan) adalah suatu ibadah’’ (HR Bukhari).

Syahdan, di suatu negeri ada seorang kaya raya, yang rajin beribadah dan beramal serta tidak sombong atau riya’. Ia banyak membangun rumah ibadah, menyantuni anak yatim, membantu saudara, kerabat dan tetangga-tetangganya yang miskin dan kekurangan, serta berbagai amal sosial lainnya. Di musim paceklik, ia membagikan bahan pangan dari kebunnya yang berhektar-hektar kepada banyak orang yang kesusahan. Salah satu yang sering dia bantu adalah seorang tetangganya yang miskin.

Dikisahkan, sesudah meninggal, si orang kaya ini masuk surga. Namun di luar dugaannya, mantan tetangganya yang amat miskin itu juga berada di level surga yang sama dengannya. Si kaya pun menegurnya:

“Allah Maha Pengasih kepada semua umat-Nya tanpa memandang kaya-miskin. Kalau boleh aku ingin tahu, amalan apa yang telah kau lakukan sehingga kita dapat bertemu di sini?”

“Aku mendapat pahala atas amalan membangun rumah ibadat, menyantuni anak yatim, membantu saudara, kerabat dan tetangga yang miskin dan kekurangan, serta berbagai amal sosial lainnya,” tutur mantan tetangga dengan mantap.

“Bagaimana mungkin?” Si kaya keherananan, ‘’bukankah waktu di dunia dulu kamu sangat miskin. Bahkan seingatku, untuk nafkah hidup sehari-hari saja kamu harus berutang kanan-kiri?”

“Itu memang benar,” jawab si miskin. “Cuma waktu di dunia dulu, aku sering berdoa: ‘Oh, Tuhan! Seandainya aku diberi kekayaan materi seperti

tetanggaku yang kaya itu, aku berniat membangun rumah ibadat, menyantuni anak yatim, membantu saudara, kerabat dan tetangga yang miskin dan banyak amal lainnya. Tapi apapun yang Kau berikan untukku, aku akan ikhlas dan sabar menerimanya.”

Jadi, jangan takut untuk bercita-cita kaya, dan baik.

Tapi memang, belum tentu kekayaan itu yang terbaik buat yang seseorang. Ingatlah akan kegelisahan Nabi: ‘’Aku tidak khawatir kalian ditimpa musibah dan melarat sepeninggalku. Yang aku takutkan, bila Allah membuka perbendaharaan kekayaan-Nya bagi kalian dan kalian menjadi lupa diri karenanya.’’

Sejumlah sahabat Nabi, pernah merasa ‘’kalah bersaing’’ dengan orang kaya dalam beramal. Abu Dzar ra mengisahkan, ada sekelompok sahabat dhuafa mengadu ke Rasulullah. “Wahai Rasulullah,’’ kata mereka, ‘’orang-orang kaya telah memborong pahala. Mereka sholat sebagaimana kami sholat, mereka berpuasa sebagaimana kami puasa, tapi mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya.”

Rupanya kelompok orang itu salah sangka pada Allah Swt. Benar, Allah Swt membeda-bedakan kekayaan hamba-hamba-Nya. “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia angkat sebagian kamu atas sebagian lain derajatnya untuk menguji kamu pada rezeki yang diberikan kepada kamu…. ” (QS Al Anaam:165).

Tapi, bukan berarti harta kekayaan menjadi satu-satunya alat beramal saleh. Kepada para sahabat tadi, Nabi menjelaskan, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian apa-apa yang dapat kalian sedekahkan? Sungguh pada setiap tasbih ada sedekah, pada setiap tahmid ada sedekah, dan pada setiap tahlil ada sedekah; Menyuruh kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan mendatangi istrimu juga sedekah.”

Kelompok sahabat tadi kaget dan berkata, “Ya Rasulallah, apakah kegiatan memenuhi kebutuhan syahwat pun berpahala?” Rasul menjelaskan, “Apa pendapatmu, bila ia menempatkan pada tempat yang haram, bukankah ia berdosa? Demikian pula bila ia menempatkan pada tempat yang halal, ia akan mendapatkan pahala” (HR Muslim).

Seorang mukmin diberi pahala dalam segala hal walaupun dalam sesuap makanan yang disodorkan ke mulut isterinya (HR Ahmad dan Abu Dawud). Dan, ‘’siapa yang ridho dengan rezeki yang sedikit dari Allah maka Allah akan ridho dengan amal yang sedikit dari dia, dan menanti-nanti (mengharap-harap) kelapangan adalah suatu ibadah.’’ (HR Bukhari).

Abu Hurairah ra mengisahkan, seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw lalu berkata, ‘’Wahai Rasulallah, sedekah manakah yang paling agung?’’ Jawab Nabi, ‘’Engkau bersedekah ketika engkau sehat lagi kikir dan sangat memerlukannya, engkau takut miskin dan sangat ingin menjadi kaya.’’ (HR Muslim).

Ketika Nabi menyerukan penghimpunan dana untuk mengirim ekspedisi jihad, para sahabat berbondong-bondong datang menyerahkan sebagian hartanya. Di antaranya Abdurrahman bin Auf, yang berkata, ‘’Aku mempunyai uang 4000 dirham. Yang 2000 untuk nafkah keluargaku, 2000 lagi untuk kuinfakkan.’’

‘’Semoga Allah menerima yang engkau infakkan, dan memberkahi yang engkau sisakan untuk keluargamu,’’ sambut Nabi.

Lalu datang seorang Anshar membawa dua gantang kurma. ‘’Wahai Rasulullah,’’ katanya sembari menghapus keringat di wajahnya. ‘’Aku baru saja mendapat upah dua gantang kurma. Ini yang segantang aku infakkan, sisanya kuberikan untuk keluargaku.’’

Menyaksikan kesederhanaan pemberian orang Anshar itu, orang-orang munafik menertawakannya. Nabi murka pada kelakuan munafikin. Bersamaan dengan itu turunlah ayat 79 Surat At Taubah yang mencela perbuatan kaum itu dan memuji pengorbanan sahabat Nabi betapapun sederhananya

Senin, 08 Februari 2010

Sholat Dhuha

Sabda Rosulullah mengenai waktu pelaksanaan shalat dhuha (HR Muslim) "Shalatnya orang yang kembali kepada ALLAH adalah pada waktu anak-anak onta sudah bangun dari pembaringannya karena tersengat panasnya matahari" dimana diqiyaskan pada pagi hari jam 8AM dimana sebelum waktu itu belum ada matahari yang sinarnya dapat m...embangunkan anak onta.
waktu pelaksanaan dhuha antara jam 8AM-11AM, hati-hati waktu dhuha diapit oleh waktu haram untuk sholat berdasarkan sabda Rosul yang diriwayatkan dalam HR Bukhari, HR Abu Dawud, HR Nasa'i yang menyatakan:
waktu haram sholat #1 - sesudah shalat subuh hingga matahari bersinar atau kurang lebih ham 6AM hingga 7.45AM
waktu haram sholat #2 - ketika hampir masuk waktu dzuhur hingga tergelincir matahari atau kurang lebih 11.30AM - 12PM (siang).... wallahu a'lam

Senin, 01 Februari 2010

Anjuran berdoa ketika mendengar suara ayam jantan

Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Nabi saw. bersabda: Jika kamu sekalian mendengar suara kokok ayam jantan, maka mohonlah karunia Allah karena sesungguhnya binatang tersebut telah melihat malaikat dan jika kamu sekalian mendengar suara ringkikan keledai, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari godaan setan, karena binatang tersebut telah melihat setan. (Shahih Muslim No.4908)